S.14: Pengalaman Naik Pesawat: Antara Geregetan, Pasrah dan Deg-degan

(pixabay)

Beberapa tahun lalu, saya memenuhi target penjualan di sebuah perusahaan produk fashion. Bisa ditebak, pasti ada reward dan fasilitas lain yang saya peroleh. Saya ingat betul saat itu dapat tiket jalan-jalan ke Malaysia plus akomodasi dari Malang – Jakarta – Malaysia. Rasanya seneng banget ya mak  bisa ke Luar Negeri. Hihi norak yaa, maklum baru pertama kali pergi jauh ke LN. Gratis pula. Siapa yang gak syukaaa?

Dalam waktu yang hampir bersamaan, saya juga memenuhi target program lainnya dan rewardnya bisa mengikuti Summit Meeting tahunan di Bali. Wah sesuatu banget. Jadualnya oleh perusahaan ditiming setelah kami selesai dari Malaysia. Jadi beruntun, hampir dalam sepuluh hari saya naik pesawat dari Surabaya – Jakarta – Malaysia – Jakarta – Bali – Surabaya. Sampai terasa mabok udara, wkkkwkk…

Perjalanan Panjang Dengan Pesawat

Dari Surabaya saya terbang menggunakan maskapai Lion, saat itu lancar sih meski sempat delay 1 jam saja (kesel dikit, hehe). Setelah ngumpul di kantor yang lokasinya di Tebet Jakarta Selatan, kami menginap di hotel (lupa hotel apa). Baru keesokan harinya kami dijemput menuju ke Bandara Internasional Soekarno Hatta.

Usai menyelesaikan urusan tiket, nimbang bawaan (jaman dulu masih ribet) atau cek in kami segera boarding. Siang itu kami terbang menggunakan Maskapai Air Asia. Berbeda dengan sebelumnya,  terbang dengan pesawat ini terasa beda. Selain jadwalnya on time, juga saat take off pesawat pun terasa lebih lembut. Nyantai dan mulus tanpa suara gludhug-gludhug seperti saat waktu terbang dari Surabaya ke Jakarta. Pun begitu saat landing di Bandara Internasional Kuala Lumpur. Perjalanan bersama Air Asia lancar dan nyaman.

Bandara Soekarno Hatta (dok.pri)

Di Malaysia kami mengunjungi beberapa tempat seperti Batu Cave, Menara Kembar Petronas, Pusat Perbelanjaan Sungai Wang, komplek istana Kerajaan dan juga Genting. Tentu saja perjalanan kami menyenangkan karena itinerary nya terencana didampingi oleh seorang guide lokal asal Malaysia.

Menara Kembar Petronas (dok.pri)

Puas jejalan di negeri jiran selama 4D3N, kami kembali ke Indonesia menuju Jakarta. Saat kembali ke tanah air, terbangnya bersama Maskapai Air Asia lagi. Nyaman dan tepat waktu serta pelayanan yang oke. Kami tentu saja gak bisa milih pakai pesawat apa, karena pembelian tiket diurus kantor. Saya dan lainnya hanya mem-fax dokumen seperti KTP, NPWP dan pasport saja. Hehe namanya juga gratis ya makk, jadi ikut prosedur kantor pusat saja.

Batu Cafe Malaysia (dok.pri)

Tiba  di Jakarta tepatnya di bandara,  rekan-rekan lainnya dari seluruh Indonesia telah berkumpul. Kami semua bersiap untuk menghadiri summit meeting di Bali. Jadi cuma mendarat sekitar 2 jam, kemudian saya harus terbang lagi menuju Bali. Kali ini pakai maskapai Lion Air. Dan setiap naik Lion bawaannya suka molor (geregetan ya mak). Kalau sekarang emak-emak bilang ngaret, sebenarnya ngaretnya udah dari jaman ono. Makanya gak kaget. Tapi kok masih juga banyak penumpang yang memilihnya ya? Herannn…(murah sih, hehe…)

Usai ngomongin program kerja dll di Novotel Hotel di Bali, pasti dong ujung-ujungnya juga kami seneng-seneng. Ya iyalah karena kesehariannya berkutat dengan target, target dan target. Jadi perusahaan gantian menjamu kami. Menghilangkan stress nya di Ulu Watu, Garuda Wisnu Kencana, jalan ke pantai dan gala dinner di hotel. Pokoknya kami jadi seneng. Hampir seminggu itu saya dan teman-teman dimanja full oleh kantor.

Hmm..saat pulang, kami menuju kota masing-masing. Bersatu kembali di bandara untuk berpisah. Saya bersama 3 orang lainnya menuju Surabaya. Kali ini pun menggunakan Lion Air. Duh…Lion lagi Lion lagi. Apa mau dikata, kan saya tinggal nerima tiket dan terbang saja kan mak? Gratis, sekali lagi fasilitas gratis, ya tak ada pilihan…hehe…

(Sumber: Tribunnews)

Dari dua penerbangan sebelumnya pakai Lion Air, dua-duanya molor. Jadi kebawa juga kekawatiran dalam hati saya, untuk kepulangan dari Bali ke Surabaya. Dalam hati sih berdoa, semoga no molor alias on time. Tapi kekawatiran itu teryata terjadi! Bahkan bukan cuma 1 jam seperti dua penerbangan kemarin. Malah molornya bertambah jadi 2 jam lebih. Karena memang butuh, mau gak mau menunggu juga kan? Yang penting bisa terangkut pulang. Waktu itu terlambat, alasannya sih ada something wrong. Jadi harus menunggu perbaikan alias ada yang rusak. Ya betul juga sih, mending diperbaiki daripada terbang trus mesin eror kan jadi musibah juga. Pastinya semua penumpang juga gak mau kenapa-kenapa kan? Saya men-cap Lion maskapai yang tak tepat waktu, pesawat yang sering perbaikan disaat seharusnya terbang. Sampai berpikir tentang layak tidaknya si burung besi terbang milik Lion. Semua itu berdasarkan pengalaman terbang lho, bukan negatif thingking.

Jatuhnya Pesawat Ethiopian Airlines

Hari Minggu lalu, tepatnya tanggal 10 Maret 2019, ada kabar duka menyebar. Sebuah maskapai penerbangan asal Ethiopia jatuh dan menewaskan 157 orang. Ada seorang warga negara Indonesia turut menjadi korban musibah tersebut. Menurut informasi yang berkembang, pesawat berjenis Boing 737 Max 8 ini sulit dikendalikan oleh pilot pesawat.

(Sumber: Tribunnews.com)

Pesawat tersebut jatuh setelah beberapa saat lepas landas atau take off dari Bandara Bole, Addibs Ababa, Etiophia. Sejatinya pesawat dengan nomor penerbangan ET 302 hendak menuju ke Nairobi, Kenya. Tapi apa dikata , pesawat naas itu tak pernah sampai di tujuan. Ternyata jatuh setelah 6 menit terbang. Padahal pilot yang bertugas berpengalaman dan sudah mengantongi 8000 jam terbangnya. Pilot pesawat Ethopian Airlines adalah pilot Kapten senior Gethacev  yang performanya terpuji. Sedang Co pilotnya sudah mengantongi 200 jam terbang.

Sisi keahlian dan pengalaman kedua penerbang Ethiopian Airlines tak diragukan lagi. Tapi kenapa pesawatnya bisa jatuh ya mak? Menurut petugas bandara setempat, pilot Gethacev meminta ijin untuk kembali karena ada sesuatu yang eror. Dan pihak bandarapun sudah memberi ijin kepada pesawat berjenis Boing 737 Max 8 itu. Tapu kemudian keberadaan pesawat tidak terdeteksi radar lagi. Belakangan diketahui pesawat itu jatuh tak berapa lama setelah take off.

Merujuk jenis pesawat Ethiopoan Airlines itu ternyata sama jenisnya dengan Lion Air yang tahun lalu jatuh dan menewasksn 189 penumpang. Masih ingat kan yang jatuh di perairan Karawang Jawa Barat itu? Kejadiannyapun hampir mirip, setelah take off pedawat Lion dengan nomor penerbangam JT 610 seperti yang dilansir Tribunnews.com, pilotnya juga meminta untuk kembali ke bandara. Dan juga tak kunjung tiba malah kabar jatuh dan terbakar yang tersiar.

Beberapa kesamaan antara keduanya yakni jenis pesawat Boing tipe sama dan kerusakan atau pesawat susah dikendalikn, menjadi faktor penyebab musibah. Sehingga muncul dugaan sementara, ada kurang sempurnanya produk tipe pesawat tersebut.

Ngeri ya mak kalau kita naik pesawat tapi kita tidak tahu keamanan dari pesawat tersebut. Benar sih musibah itu datang kapan saja tapi kalau karena faktor human eror atau product eror, kan bisa diminimalisir atau ditinjau ulang pemakaian pesawat tipe itu? Ya kan?

Respon Pemerintah Indonesia Dengan Musibah Jatuhnya Ethiopian Airlines

Pemerintah Indonesia melalui Dirjen Perhubungan Udara Kementrian Perhubungan dengan bijak mengeluarkan larangan sementara pesawat Boing 737 Max 8. Dirjen Perhubungan Udara Polana B Pramesti memgatakan, hal tersebut untuk menjamin leselamatan penerbangan udara di Indonesia.

Pemerintah merespon cepat ya mak, karena tidak mau ada musibah penerbangan lagi di negeri kita. Lantas maskapai mana yang memiliki jenis pesawat yang sama dengan yang jatuh, baik di Indonesia maupun Ethiopia? Nah berdasarkan info yang saya dapat dari berita di SCTV, Garuda memiliki 1 unit pesawat sejenis Boing 737 Max 8 sedangkan Lion Air memiliki 10 pesawat sejenis. Nah ! Lion lagi, Lion lagi…!

Menurut Prameswari, pihaknya akan segera melakukan inspeksi untuk memastikan pesawat tipe Boing 737 Max 8 yang dimiliki kedua maskapai itu, untuk sementara tidak diterbangkan (temporary grounded). Selain itu akan mengecek kelayakan terbang (airworthy) pesawat yang ada di Indonesia. Setuju sekali ya mak, semoga tidak ada tragedi lagi. Aamiin..

Nah sebenarnya pesawat berjenis Boing 737 Max 8 ini kapan ya diproduksi? Kok sudah dua kali kejadian serupa dengan jenis pesawat yamg sama. Simak lagi ya mak biar lebih jelas. Capek membaca? Minum dulu ..hihi..

A. Data pesawat Boing 737 Max 8 :

– Agustus 2011 : desain dan perakitan

– Januari 2016 : sertifikasi

– Maret 2016 : uji coba

– Mei 2017 : penerbangan perdana namun ditunda karena sesuatu hal.

B. Kecanggihan Boing 737 Max 8

– Mampu terbang selama  7,5 jam

– Irit bahan bakar

– Sayapnya mampu memecahkan gelombang turbulensi (badai)

C. Kecelakaan Pesawat Boing 737 Max 8

– Lion Air PK LQP di Karawang tanggal 23 Oktobet 2018.

Menewaskan 189 orang penumpang.

– Ethiopian Airlines ET AVJ di Addibs, Ababa tanggal 10 Maret 2019.

Menewaskan 186 orang penumpang.

Dari data dan fakta tersebut, sebenarnya Boing 737 Max 8 usianta belum genap 2 tahun. Kok “oleng” pengoperasionalnya? Wah ini masih diteliti dan memang sih dalam penelitian lebih lanjut. Tapi akhirnya berimbas pada beberapa negara yang untuk sementara melarang penerbangan peswaat tipe itu. Selain Indonesia ada 8 negara lainnya yakni Korea Selatan, Brasil, Afrika Selatan, Singapura, Mongolia, Tiongkok, Ethiopia dan Meksiko.

Takut Naik Pesawat?

Manusiawi ya mak kalau setelah kejadian musibah kecelakaan pesawat, kita agak parno dan trauma. Kadang kita lebih memilih moda transportasi lainnya melalui darat seperti kereta atau bus. Kalau tujuan bepergian kita bisa ditempuh dengan keduanya tidak masalah. Tapi kalau jauh melalui lautan dan harus menempuh beberapa hari, bisa juga naik kapal laut. Pasti butuh waktu yamg tak sedikit kan?

Kembali pada diri kita sih mak. Kalau saya pernah juga mengalami ketakutan saat penerbangan dari Bali menuju Sirabaya tahun 2013. Ada turbulensi yang membuat pesawat bergetar dan lumayan menakutkan. Semua penumpang berteriak dan kalimat Allahu Akbar menggema. Beruntung sekian detik kemudian pesawat stabil kembali. Takutnya sesaat itu saja, tapi ya membuat dag dig dug der…

Pernah juga di tahun 2012 saat penerbangan dari Jakarta menuju Malang. Karena hujan deras ditambah petir, jarak pandang pilot terbatas. Apalagi bandara Malang secara geografis  terletak di antara jajaran pegunungan. Sehingga pesawat harus memutar arah dan sementara landing di Surabaya menunggu cuaca cerah. Setelah dinyatakan cuaca membaik saya beserta anak sulung saya terbang lagi ke Malang. Hihi..Dapat bonus tebang Surabaya – Malang pp gratis tapi dengan perjalanan yang penuh deg-degan. Waktu itu terbang bersama Sriwijaya Air.

(dok.pri)

Beberapa kali mengalami hal yamg cukup menegangkan, apakah membuat saya takut naik pesawat? Insha Allah tidak mak. Yang penting memilih maskapai yamg mempunyai performa bagus tentunya dengan pesawat yang  recommended dan tak memiliki banyak “dosa” pada penumpang. Dosa? Yah seperti yang sudah saya paparkan diatas. Seperti tidak on time terbang karena ada kerusakan mesin pesawat yang kurang terawat. Tahu kan mak kalau pesawat tak terawat bisa menyebabkan human eror. Dan pesawat bisa bleggh dan duarrrhhhgg…Duh amit-amit yaa…Naudzubillah himindzalik..

Nah jadi mak, kalian nyante aja jangan takut untuk naik pesawat. Pilih pesawat yang good condition, meski harga agak tinggi gak masalah, yang penting aman dan nyaman. Karena keselamatan lebih penting kan mak? Nyawa kita cuma satu lho…Kalau dah pilih pesawat yang oke ternyata ada something accident, itu sudah takdir. So…Jangan deg-degan lagi ya mak, berpasrah diri dan berdoa. Enjoy and safe your flying…

Love,

Nyk’s Note

#Setip

#SetipEstriloopCommunity

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *